Minggu, 30 Juli 2017

Ending of KEMI 3 (Adian Husaini)



Ahmad Petuah berjanji akan menghimpun sebanyak mungkin wartawan untuk membendung arus liberalisasi di Indonesia melalui media massa dan buku-buku. Hanya saja, ia mengusulkan agar Kiai Rois memelopori penanggulangan liberalisasi melalui proyek Pendidikan Tinggi, khususnya dalam bentuk Ma'had Aly, agar dari lembaga itu bisa dilahirkan para ulama lagi.
"Ironis sekali. Di masa penjajahan Belanda dulu, banyak pesantren bisa melahirkan ulama-ulama yang berkualitas pemimpin umat, baik secara keilmuan maupun secara sosial, bahkan secara politik," jelas Ahmad Petuah. "Tetapi sekarang," lanjut Ahmad, "Di masa kemerdekaan, justru hampir tidak ada pesantren yang mampu melahirkan ulama-ulama berkualitas pewaris Nabi. Ini tidak boleh dibiarkan. Oleh karena itu, saya mohon, Pak Kiai Rois dan Pak Kiai lainnya segera berusaha keras menyiapkan benteng besar dari arus liberalisasi ini. kita harus punya minimal satu pusat kaderisasi ulama yang berkualitas internasional."



"...Untuk itu, saya serahkan kepemimpinan pesantren ini kepada Rahmat. Sudah saatnya anak-anak muda potensial seperti Rahmat ini kita percayai untuk memimpin. Tantangan liberalisme dan lain-lain semakin berat ke depan. Itu memerlukan pemikiran dan tenaga-tenaga muda yang cemerlang dan cekatan untuk menanggulanginya. Kami yang tua-tua akan 'mandito', mendalami ilmu lagi, dan terus mengawal proses perubahan....."
Tiba-tiba terdengar pekik tangis Rahmat.
"Itu tidak mungkin, Pak Kiai.... Pak Kiai jangan meninggalkan kami. Bagaimana pesantren ini tanpa Pak Kiai? Mohon Pak Kiai jangan meninggalkan kami," suara Rahmat terdengar pilu bercampur isak tangis. Para tamu pun mulai menitikkan air mata, satu per satu.
"Ya, Pak Kiai Rois, apa sudah dipertimbangkan masak-masak. Pesantren ini sudah berkembang, dan tidak bisa dipisahkan dari nama Kiai Rois," kata Kiai Amin.
"Itu tradisi kita yang salah, Kiai Amin. Pesantren ini bukan milik saya. Ini milik umat. Ini wakaf umat. Kita harus berani memberikan kepercayaan kepada kader-kader kita untuk tampil dan mengambil alih tanggung jawab kepemimpinan. Kita yang tua-tua berkesempatan menambah ilmu dan menguatkan ibadah kita kepada Allah, sambil terus memberikan masukan dan bimbingan jika diperlukan."
"Tetapi, saya belum sanggup, Pak Kiai. Saya masih terlalu muda," sahut Rahmat.
"Rahmat, kalau kamu tidak sanggup dan berani memikul tanggung jawab kepemimpinan ini, berarti saya gagal mendidik kamu. Saya tahu kemampuan kamu. In syaa Allah kamu bisa. Sekarang ini sudah saatnya. Ingat dulu, banyak Kiai yang memimpin pesantren umur belasan tahun. Kamu jauh lebih hebat dari mereka-mereka itu. yang dituntut sekarang adalah keberanian dan kebijakan. Itu akan kamu peroleh, in syaa Allah, sejalan dengan aktivitas yang kamu jalankan. Sudah, kamu harus yakin karena saya yakin kamu mampu. Amanat ini jangan kamu sia-siakan!"

---Kemi 3, hlm 263-264

Tidak ada komentar:

Posting Komentar