Semua umat muslim tau, bahwa di Alqur’an sudah
jelas-jelas dijelaskan,
“Sesungguhnya orang-orang yang tabdzir adalah kawannya
setan, dan setan adalah kufur terhadap Rabbnya.”
Ya, ini tentang kemubadziran.
Jika ini menyangkut pribadi, maka itu jelas. Sang pelaku
lah objek ayat tadi.
Namun, berkali aku dipusingkan. Bagaimana jika itu
terjadi dalam suatu komunitas?
Di pesantren misalnya.
Bagaimana jika ada banyak nasi yang terbuang, sayur yang
tak termakan, dan lauk yang terabaikan, hanya karena tak cocok pada menu itu?
Bu dapur kah yang menjadi tersangka ?
Atau yayasan yang membelanjakan ?
Atau dosa itu menjadi tanggungan bersama seluruh penghuni
pesantren ?!
Sungguh, aku tak tahu, dan memang belum mencari tahu.
Namun hematku, setidaknya untuk saat ini,
Apapun yang disediakan oleh dapur, itu adalah untukku,
untuk kita, sebagai santri
Dan pada masakan itu, kita punya hak, sekaligus kewajiban
untuk memakannya, apapun itu, selama baik
Maka, demi memenuhi kewajibanku, kewajiban kita, demi
pertanggung jawaban kita di sisi Nya
Meski mungkin tak bisa sepenuhnya meghilangkan tabdzir
yang kerap kali terjadi, tapi setidaknya aku, kita, telah mengambil yang
menjadi hak kita, sekaligus melakukan kewajiban kita disana
Dan sisanya, semoga Allah mengampuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar