Minggu, 31 Januari 2016

#saat-saat Termesra..


Saat permulaan Islam, sholat lail adalah wajib bagi umat Islam. Seluruhnya. Mereka harus bangun malam-malam, bermunajat pada-Nya. Setiap hari.
Namun kemudian, Allah mensunnahkannya. Allah tahu, ada diantara hamba-Nya yang sakit, bekerja, bahkan berjihad di waktu-waktu itu. Maka diringankanlah beban kita. Lalu, Allah berkalam lagi, “..maka bacalah yang mudah bagimu dari Al-Qur’an..”
Sungguh, betapa pemurahnya Dia ,!
Tapi sayangnya, kita lupa. Kita merasa berada di bawah naungan “sunnah” itu. Maka kita sering mengabaikannya, terpejam hingga pagi. Padahal, kita bukan yang sakit, bekerja, alih-alih jihad.!! 
Pantaslah Allah menjajikan kemesraan-Nya bagi mereka yang tulus bermunajat di waktu-waktu itu. Allah turun ke langit dunia. Allah mengijabah semua do’a, Allah mengampuni semua pinta.
Ah,
Bukan hanya itu. Bangun malam-malam, lebih kuat mengisi jiwa. Bekal kekuatan menghadapi urusan sepanjang siang. Mungkin, ini pula salah satu hikmahnya. Tentang Allah yang wajibkan qiyamul lail bagi Rasul-Nya. Lalu kita mendengar betapa kuat, betapa hebat Rasul kita mengemban amanah yang tak pernah usai. Ya, karena qiyamul lail-lah, yang menjadi pembuka hari-hari keras beliau.

#pelajaran Pertama


Entah berapa guru yang sudah didatangkan sang ayah untuk mendidiknya. Semua tak bertahan lama. Dan hari ini, ayahnya mendatangkan seorang lagi.
Didiklah ia. Kau boleh memukulnya jika dia membantah perintahmu,” begitu pesan sang ayah.
Sang guru bergegas menemui anak didik barunya. Seperti sudah hafal, si anak lantas tertawa. Sang guru pun memukulnya.
 Hari berjalan, tahun berganti. Semangat sang guru berpindah ke anak didik yang sangat dicintanya itu. Pun kecerdasan dan ketaqwaannya. Di usia muda, jadilah ia seorang ulama’ di zamannya. Daerah kekuasaan pun diserahkan padanya oleh ayahnya.
Sang guru masih terus membimbingnya. Kini ayahnya telah tiada. Ia berniat meneruskan cita-cita ayahnya. Cita-cita yang terus digembar-gemborkan pula oleh sang guru sejak kecil. Ya, sejak kecil, sang guru tak pernah bosan memotivasinya.
“Saya yakin. Kau lah yang dimaksud oleh Rasul dalam hadits beliau. _Konstantin akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannnya_ Yakinlah nak, ka lah yang digariskan untuk penaklukan itu.”
Semangatnya membaja. Cita-citanya membara. Keimanan ia tingkatkan. Ketrampilan ia tangkaskan.
Hingga pada hari itu, Mei 1453, Konstantin tertaklukkan. Muhammad Al-Fatih penakluknya. Gurunya benar, ia lah yang dijanjikan. Semua rakyat, kini berada dibawah pimpinannya.
            Pada saat itu, ia mendatangi gurunya. Menyampaikan keganjalannya pada gurunya yang telah bertahun-tahun ia pendam.
“Wahai guru, sungguh. Aku sangat berterimakasih padamu. Engkau sangat berjasa. Tapi guru, ijinkan aku bertanya satu hal. Aku telah menyimpannya sekian lama untukmu.”
“Sampaikanlah, Muhammad.”
....
“Guru, mengapa saat itu, kau memukulku? Apa kesalahanku ?”
Sungguh, pertanyaan yang tak disangka. Sekian lama bersama, sekian banyak ilmu yang telah gurunya ajarkan, ia masih pula menuntut satu pukulan yang tak seberapa itu.
“Sudah lama nak, aku menunggumu menanyakan itu. Dan kau menanyakannya pada saat yang tepat.
Muhammad. Sungguh, kau tidak bersalah saat itu. Aku melakukannya, sebagai pelajaran pertamaku untukmu. Wahai Muhammad. Ketahuilah, pukulan itu adalah pukulan kezhaliman.
Kini kau tahu, sekecil apapun kezhaliman itu, ia takkan pernah dilupakan oleh orang yang terzhalimi, meski dengan kebaikan seluas apapun itu.
Maka Muhammad, kini ribuan rakyat berada dibawah pimpinanmu. Berhati-hatilah, jangan sampai kau menzhalimi mereka, sekecil apapun itu..”     

Kamis, 28 Januari 2016

#guru TK



Jadilah guru TK, jar.. atau dosen sekalian..
Entah berapa kali abi menyarankan hal itu padaku. Aku, yang anti dengan dunia bocil _karena tak bisa membaur dengan mereka_ sama sekali belum setuju dengan ide itu.
Kenapa harus TK ??
.....
Hari itu, seorang guru bernasehat di muka kelas. Jangan menggambar makhluk hidup, karena kelak akan diminta Allah untuk untuk menghidupkan. Begitu inti nasehatnya.
Ia terus bernasehat, tak peduli tak diperhatikan.
Sorenya, seorang bocah lima tahunan menggledah isi rumahnya. Dapat. Ternyata buku ta’lim sang bunda targetnya. Dengan alat tulis di tangan, ia segera memilah. Halaman demi halaman. Ia menarik garis. Kali ini bukan hanya corat-coret, tapi benang kusut yang berlapis-lapis. Hitam.
Ah,
Ternyata ia merekam guru tadi. Ia bukan sedang berkarya. Ia menghapus karya. Ia menghapus gambar-gambar sang bunda yang dulu pernah direngeknya.
Ia memahami kata gurunya. Ia mengamalkan ilmunya.
.....
Tentu dengan sedikit penambahan, tapi itu kisahku. Kisah yang ku alami belasan tahun lalu. Dan kini aku sadar, betapa besar pengaruh guru.!
Guru TK bukanlah pendidik manusia biasa. Ia adalah pendidik manusi-manusia berumur emas. Pikiran bawah sadarnya selalu aktif, bahkan meski kakinya berlarian entah kemana.
Jika seorang ibu adalah madrasah awal bagi buah hatinya, maka guru TK adalah gerbang awal kesuksesan seorang  anak manusia.
Betapa tidak, ia adalah pendikte huruf, pengeja a-ba-ta, pengenal hal baru, dan entah apalagi  jasanya. Dan seperti aku, hal-hal yang diajarkannya tak akan lekang sepanjang masa.