Minggu, 31 Januari 2016

#pelajaran Pertama


Entah berapa guru yang sudah didatangkan sang ayah untuk mendidiknya. Semua tak bertahan lama. Dan hari ini, ayahnya mendatangkan seorang lagi.
Didiklah ia. Kau boleh memukulnya jika dia membantah perintahmu,” begitu pesan sang ayah.
Sang guru bergegas menemui anak didik barunya. Seperti sudah hafal, si anak lantas tertawa. Sang guru pun memukulnya.
 Hari berjalan, tahun berganti. Semangat sang guru berpindah ke anak didik yang sangat dicintanya itu. Pun kecerdasan dan ketaqwaannya. Di usia muda, jadilah ia seorang ulama’ di zamannya. Daerah kekuasaan pun diserahkan padanya oleh ayahnya.
Sang guru masih terus membimbingnya. Kini ayahnya telah tiada. Ia berniat meneruskan cita-cita ayahnya. Cita-cita yang terus digembar-gemborkan pula oleh sang guru sejak kecil. Ya, sejak kecil, sang guru tak pernah bosan memotivasinya.
“Saya yakin. Kau lah yang dimaksud oleh Rasul dalam hadits beliau. _Konstantin akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannnya_ Yakinlah nak, ka lah yang digariskan untuk penaklukan itu.”
Semangatnya membaja. Cita-citanya membara. Keimanan ia tingkatkan. Ketrampilan ia tangkaskan.
Hingga pada hari itu, Mei 1453, Konstantin tertaklukkan. Muhammad Al-Fatih penakluknya. Gurunya benar, ia lah yang dijanjikan. Semua rakyat, kini berada dibawah pimpinannya.
            Pada saat itu, ia mendatangi gurunya. Menyampaikan keganjalannya pada gurunya yang telah bertahun-tahun ia pendam.
“Wahai guru, sungguh. Aku sangat berterimakasih padamu. Engkau sangat berjasa. Tapi guru, ijinkan aku bertanya satu hal. Aku telah menyimpannya sekian lama untukmu.”
“Sampaikanlah, Muhammad.”
....
“Guru, mengapa saat itu, kau memukulku? Apa kesalahanku ?”
Sungguh, pertanyaan yang tak disangka. Sekian lama bersama, sekian banyak ilmu yang telah gurunya ajarkan, ia masih pula menuntut satu pukulan yang tak seberapa itu.
“Sudah lama nak, aku menunggumu menanyakan itu. Dan kau menanyakannya pada saat yang tepat.
Muhammad. Sungguh, kau tidak bersalah saat itu. Aku melakukannya, sebagai pelajaran pertamaku untukmu. Wahai Muhammad. Ketahuilah, pukulan itu adalah pukulan kezhaliman.
Kini kau tahu, sekecil apapun kezhaliman itu, ia takkan pernah dilupakan oleh orang yang terzhalimi, meski dengan kebaikan seluas apapun itu.
Maka Muhammad, kini ribuan rakyat berada dibawah pimpinanmu. Berhati-hatilah, jangan sampai kau menzhalimi mereka, sekecil apapun itu..”     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar